1. Perspektif
Peneliti – Peneliti Akuntansi
A. Perolehan
Ilmu Akuntansi
Pada dasarnya kita mulai memperoleh ilmu pengetahuan
melalui pengalaman-pengalaman konkrit yang kita alami. Keunikan dari beberapa
peristiwa, ritual atau fenomena mengarahkan kita untuk meningkatkan pengamatan
dan pemikiran yang kita lakukan atas apa yang sedang terjadi. mengajarkan kita,
jika kita cukup termotivasi, untuk menciptakan hipotesis dalam bentuk
konsep-konsep abstrak dan generalisasi. Hal ini menggerakkan kita untuk menguji
hipotesis-hipotesis tadi, untuk memahami implikasi yang dihasilkan oleh konsep
tersebut pada situasi-situasi baru dan sebagai proses untuk memperhalus
pengetahuan yang kita peroleh. Hal di atas sebenarnya menggambarkan proses yang
menjelaskan perolehan suatu ilmu akuntansi, yang berangkat dari fakta-fakta
tertentu (diamati atau ditemukan) berlanjut ke hipotesis-hipotesis tertentu
(penyusunan pemikiran) lalu ke teori-teori umum (penyusunan pemikiran yang
lainnya) hingga ke hukum umum yang diamati atau ditemukan.
Perhatikan
bahwa pengetahuan terbagi menjadi tiga jenis :
·
Pengetahuan-bahwa (knowledge-that)
atau pengetahuan faktual,
·
Pengetahuan-dari (knowledge-of)
atau pengetahuan berdasarkan perkenalan atau pengetahuan berdasarkan
pengalaman, dan
·
Pengetahuan-bagaimana (knowledge-how).
B. Klasifikasi
Peneliti-Peneliti Akuntansi
Keragaman ilmu pengetahuan dan proses perolehan ilmu
pengetahuan mengarah ke adanya kebutuhan untuk mengklasifikasikan ilmuan pada
umumnya dan peneliti akuntansi pada khususnya. Terdapat berbagai kemungkinan
kerangka kerja untuk mengklasifikasikan para peneliti secara umum, termasuk
tipologis.
Tipologi yang digunakan oleh Mitroff dan Kilman[4] untuk menghasilkan klasifikasi para
peneliti:
·
Ilmuan Abstrak (Abstract
Scientist-AS);
·
Teoritikus Konseptual (Conseptual
Theorist-CT);
·
Humanis Konseptual (Conseptual
Humanist-CH);
·
Humanis Khusus (Particular
Humanist-PH).
Ilmuan Abstrak, seseorang
yang menggunakan indra nya dan berpikir, dimotivasi oleh penyelidikan yang
menggunakan metodologi dan logika yang seksama, dengan fokus pada kepastian,
keakuratan dan keandalan, serta bergantung pada sebuah paradigma konsisten yang
sederhana dan terdefinisikan dengan baik.
Teoritikus Konseptual, seseorang
yang berfikir dan berintuisi, mencoba untuk memberikan banyak penjelasan atau
hipotesis untuk fenomena yang terjadi dengan berfous pada penemuan dan bukan
pengujiannya.
Humanis Khusus, seseorang
yang menggunakan indra dan perasaannya, berkepentingan dengan keunikan dari
individu manusia secara khusus. Setiap orang memiliki arti yang unik dari pada
suatu akhir teoretis yang Abstrak.
Humanis Konseptual, seseorang
yang menggunakan intuisi dan perasaannya, berfokus pada kesejahteraan manusia
yang mengarahkan penyelidikan konseptual pribadinya ke arah kebaikan dari umat
manusia secara umum.
2. Perspektif
Metodologi Akuntansi : Ideografi Versus Nomotesis
Pendekatan nomotesis ... hanya mencoba untuk mencari
hukum dan menerapkan prosedur-prosedur yang telah di sampai kan oleh ilmu
pasti. Psikologi secara umum telah berusaha untuk menjadikan dirinya sebagai
salah satu disiplin ilmu yang sepenuhnya nomotesis. Sedangkan ilmu-ilmu
pengetahuan ideografis ... berusaha untuk memahami beberapa peristiwa-peristiwa
tertentu yang terjadi di alam atau di masyarakat.
Burrell dan Morgan memberikan suatu definisi yang
mendalam mengenai baik nomotesis maupun ideografi. Pendekatan ideografis didasarkan
atas pandangan bahwa seseorang hanya dapat memahami dunia sosial dengan pertama
kali memperoeh pengetahuan langsung dari subyek yang sedang diselidiki. Ia
kemudian memberikan tekanan yang cukup kuat untuk mendekati subjek tersebut dan
menekan kan analisis dari catatan-catatan subjektif yang di hasilkan
dengan “masuk ke dalam” situasi dan melibatkan diri dalam kegiatan
sehari-hari, analisis yang rinci dari wawasan yang di ciptakan oleh interaksi
sejenis dengan subjek dan wawasan yang di tunjukkan dalam catatan-catatan
impresionistis yang di temukan dalam buku harian, biografi, dan catatan-catatan
jurnalistis.
Pada sisi yang lain, pendekatan nomotesis mendasarkan
penelitian pada protokol dan teknik. Pendekatan ini dilambangkan oleh
pendekatan metode-metode yang di pergunakan dalam ilmu-ilmu pengetahuan alam.
Ia disibukkan dengan penyusunan tes-tes ilmiah dan penggunaan
teknik-teknik kuantitatif dalam analisis data. Survei, kuesioner, tes-tes
kepribadian dan semua jenis instrumen penelitian yang telah distandardisasi
marupakan alat-alat penting paling utama, yang menyusun meodologi nomotesis.
Arti dari semua hal diatas bagi praktik penelitian
adalah pada akhirnya ia harus mengambil pilihan di antara ketiga pilihan
berikut:
·
1.Melakukan baik penelitian
nomotesis maupun ideografis dan agregatnya
·
2.Melakukan penelitian nomotesis dan
ideografis secara bergantian, menggunakan
kedua metode tersebut secara bergantian untuk mengkapitalisasi kekuatan dari
keduanya di beberapa kasus tertentu dan mengatasi kelemahan yang di miliki
metode lainnya dibeberapa kasus lainnya.
·
3. Mengembangkan sebuah ilmu
baru.
3. Perspektif Ilmu Akuntansi
A. “Hipotesis dunia” (world
hypotheses) Oleh Stephen Pepper
·
Formisme
Formisme secara filosofis terhubung dengan “kenyataan”
dan “idealisme platonik” dengan eksponen-eksponen. Metafora akarnya adalah
kesamaan. Hal ini mengasumsikan formisme berfokus pada fenomena-objek,
peristiwa, proses – yang di ambil satu persatu dari sumber,yang mencoba untuk
mengidentifikasikan kesamaan atau perbedaan hanya melalui sebuah uraian, dan
menerima hasil dari penguraian tersebut. Aktifitas utama adalah pengraian
dengan berdasar pada kesamaan, tampa mempertimbangkan sumber- sumber dari
kesamaan itu sendiri. Uraian dalam formisme terbagi menjadi tiga katagori : (1)
karakter, (2) kekhususan, dan (3) Partisipasi.
Apa yang tampak dalam formisme adalah bahwa kebenaran
merupakan tingkat kesamaan suatu uraian terhadap objek yang di acunya.Formisme
merupakan sebuah teori kebenaran yang didasar kan atas kesesuaian. Formisme
tidak meliputi pertanyaan-pertanyaan keseragaman empiris, karena mereka hanya
setengah benar dimana kebenaran penuh adalah uraian yang secara akurat sesuai
dengan fakta-fakta yang telah terjadi dan dengan hukum-hukum yang perlu di
tegakkan.
·
Mekanisme
Mekanisme secara filosofis terhubung dengan
naturalisme atau materialisme. Metafora akarnya adalah sebuah mesin. Seperti
formisme, ia merupakan suatu teori analitis yang berfokus pada elemen-elemen
yang memiliki ciri-ciri tersendiri dan bukannya sesuatu yang kompleks atau
konteks. Akan tetapi, tidak seperti formisme, ia integratif dalam suatu urutan
yang tertentu dan, jika cukup banyak hal yang dapat diketahui. Mereka dapat di
ramalkan, atau paling sedikit di uraikan, sesuai dengan kebutuhannya.pengetahuan
yang berjenis mekanisme ini memiliki enam ciri-ciri :
a. Seperti sebuah mesin, objek studi terdiri atas
bagian-bagian yang memiliki lokasi-lokasi tertentu.
b. Bagian tersebut dapat dinyatakan
dalam bentuk kuantitatif, sesuai dengan sifat utama dari mesin tersebut.
c. Hubungan resmi antara
bagian-bagian dari objek studi dapat diuraikan sebagai rumus-rumus fungsional
atau korelasi-korelasi statistik, hal ini merupakan pernyataan dari
antarhubungan di antara bagian-bagian mesin.
d. Sebagai tambahan dari sifat utama,
terdapat karakteristik lain yang dapat di nyatakan secara kuantitatif, meskipun
tidak relevan secara langsung dengan objek studi: Mereka adalah sifat-sifat
sekunder.
e. Sifat-sifat sekunder tersebut juga
berhubungan secar prinsip dengan objek studi karena “ jika memang terdapat
suatu uraian lengakap tentang mesin, kita seharusnya ingin untuk menemukannya
dan menguraikan prinsip seperti apakah yang dapat mempertahankan sifat-sifat
sekunder tertentu terletak pada bagian-bagian tertentu dari mesin tersebut”.[8]
f. Hukum-hukum sekunder menandai
hubungan yang stabil di antara sifat-sifat sekunder.
·
Kontekstualisme
Kontekstualisme berhubungan dengan pragmatisme.
Metafora akarnya adalah peristiwa historis atau tindakan dalam konteks. Tidak
seperti formisme, kontekstualisme bersifat sintetis, di mana ia berfokus pada
pola, suatu keseluruhan objek studi daripada fakta-fakta yang terpisah. Seperti
formisme, kontekstualisme bersifat dispersif di mana fokusnya adalah pada
interpretasi dari fakta-fakta yang di ambil satu per satu dari suatu
keseluruhan fakta.
·
Organisisme
Organisisme terhubung dengan absolut atau idealisme
objektif. Metafora akarnya adalah integrasi secara keseluruhan atau kesatuan
yang harmonis dilihat dari segi ketepatan waktu dan struktur yang bertahan.
Seperti mekanisme, organisisme terintegrasi dalam artian bahwa dunia tersusun
dari fakta-fakta yang tertata rapi dan terintegrasi yang dapat diuraikan
sekaligus dapat diramalkan. Seperti kontekstualisme ia bersifat sintetis,
dengan berfokus pada keseluruhan objek studi dan bukannya
fakta-fakta yang berbeda.
Teori kebenaran dari organisisme adalah koherensi yang
di dasar kan pada determinasi dan keabsolutan. Dengan kata lain,
organisisme mengusulkan adanya tingkat kebenaran yang tergantung pada
jumlah fakta yang di ketahui,dan ketika semua fakta telah diketahui, karena
memang pada prinsipnya mereka dapat diketahui, baru kebenaran absolut dapat di
peroleh.[9]
B. Formisme dalam akuntansi
Formisme dalam akuntansi meliputi pencarian akan
kesamaan dan perbedaan di antara berbagai objek studi yang berbeda-beda tanpa
mempertimbangkan adanya kemungkinan hubungan di antara mereka. Dapat di
kemukakan bahwa seluruh pengetahuan teknik akuntansi yang digunakan dalam
pengajaran akuntansi dan termuat dalam buku-buku teks standar sampai sejauh ini
adalah formistis secara mutlak. Aturan-aturan umum, model dan algoritma yang
digunakan untuk menjelaskan fenomena akuntansi dan untuk
membantu pelaksanaan praktik akuntansi adalah objek studi yang
memiliki ciri-ciri tersendiri, yang dapat di bandingkan dari segi
tingkat kesamaan dan perbedaan di antara mereka.
C. Mekanisme dalam akuntansi
Mekanisme akuntansi tidak hanya meliputi pencarian
kesamaan dan perbedaan di antara objek-objek studi namun juga dan terutama
adalah untuk hubungan kuantitatif yang memungkinkan untuk
dilakuakan penguraian dan peramalan. Mekanisme dalam akuntansi
adalah juga pencarian keteraturan empiris antara fenomena yang
berbeda-beda melalui berbagai bentuk korelasi statistik.
Mekanisme dalam akuntansi berfokus pada pencapaian
uraian yang semakin mendalam dan penyajian yang lebih sempurna agar dapat
menggambarkan suatu representasi yang singkat dari logika yang menghubungkan
bagian-bagian dari objek penelitian akuntansi.
Masalah lain yang dihadapi oleh mekanisme dalam
akuntansi adalah adanya asumsi tidak langsung bahwa:
·
Ukuran tidak memiliki
perbedaan (invariant), dan
·
Hubungan diantara ukuran tidak
memiliki perbedaan (invariant).
D. Kontekstualisme dalam
akuntaansi
Kontekstualisme dalam akuntansi berfokus pada
interpretasi dari fakta-fakta independen yang di peroleh dari seperangkat fakta
menurut satu konteks spesifik yang akan menciptakan suatu pola atau gestalt.
Fakta-fakta yang terdapat di setiap pola diasumsikan akan mengalami perubahan
dan menerima hal-hal baru. Tambahan lagi, mereka akan di bedakan berdasarkan
sifat dan tekstur mereka.
Kontekstualisme dalam penelitian akuntansi
bergantung pada analisis dari fakta-fakta yang hanya diverifikasi secara
langsung. Fakta-fakta yang spesifik terhadap situasi tertentu. Sehingga hasil
akhirnya akan memiliki ruang lingkup yang terbatas.
E. Organisisme
di dalam akuntansi
Bagi mereka yang menerapkan organisisme di dalam
akuntansi akan berfokus pada gestalt yang spesifik sebagai
objek studinya,yang terdiri atas fakta-fakta yang tertata dengan baik dan
terintegrasi serta dapat di uraikan sekaligus diramalkan. Seperti
mekanisme dalam akuntansi, organisisme mencari determinasi dari keteraturan empiris di
antara fenomena-fenomena yang berbeda melalui beragam bentuk analisis
statistik. Namun tidak seperti mekanisme, pecarian keteraturan empiris tersebut
dipersempit kepada konteks-konteks gestalt yang spesifik.
Organisasi dalam akuntansi memang akan bergantung pada
ketersediaan dari basis data asli, fokus pada konteks spesifik yang akan
mengakui keunikan dari data dan mengharmonisasikan nya menjadi holon
akuntansi yang lebih lengkap, dan sebagai hasilnya akan memberikan struktur
mendasar yang lebih komprehensif. Organisisme dalam akuntansi perlu pula untuk
mengidentifikasi urutan langkah-langkah yang mencapai puncaknya dalam
suatu telos, suatu struktur keseluruhan yang mendetail.
4. Perspektif Pada
Penelitian Akuntansi
Penelitian akuntansi dapat memiliki banyak ragam dan
pilihan. Bagi orang awam, penelitian akuntansi tampak seperti mengalami
kesulitan dalam mencari topik, metodologi, dan jenis wacananya. Kenyataan nya
sangat berbeda. Seperti ilmu sosial lainnya, akuntansi melakukan penelitiannya
dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang berhubungan dengan hakikat dari ilmu
sosial dan hakikat dari masyarakat. Sebuah pendekatan yang telah di terapkan
oleh Burrell dan morgan dalam analisis organisasional dapat digunakan untuk
membedakan empat pandangan penelitian dalam akuntansi – pandangan fungsional,
pandangan interpretatif, pandangan humanis redikal, dan pandangan strukturalis
redikal. Dalam bagian ini, keempat pandangan tersebut akan dibahas dan
diterapkan pada penelitian akuntansi.
a. Kerangka kerja
Burrell dan Morgan
·
Hakikat Ilmu Sosial
Terdapat empat asumsi yang dibahas dalam kaitannya
dengan hakikat dari ilmu sosial, yaitu:
Pertama, asumsi ontologis, berhubungan dengan esensi
paling mendasar dari fenomena akuntansi, yang melibatkan perbedaan-perbedaan
nominalisme-realisme. Perbedaan yang terjadi adalah apakah alam sosial yang
berada di luar kesadaran individu adalah merupakan suatu
penggabungan nama-nama asli, konsep, dan judul yang merupakan struktur pada
kenyataan.
Kedua, perdebatan tentang epistemologi, yang berkaitan
dengan dasar pengetahuan dan hakikat pengetahuan, melibatkan debat
antipositivisme-positivisme.perdebatan ini berfokus pada kegunaaan dari
pecarian hukum atau keteraturan yang menjadi dasar dalam bidang sosial.
Ketiga, pardebatan sifat manusia, berkaitan dengan
hubungan antara manusia dan lingkungannya, yang melibatkan perdebatan
voluntarisme-determinisme. Perdebatan ini berfokus pada apakah manusia dan
aktifitasnya ditentukan oleh situasi atau lingkungan. Perdebatan mengenai
metodologi, yang berkaitan dengan metode-metode yang di gunakan untuk melakukan
penyelidikan dan mempelajari alam sosial, melibatkan perdebatan
ideografis-nomotesis.
·
Hakikat Dari Masyarakat
Satu asumsi mengenai hakikat masyarakat – yaitu, perdebatan
susunan-konflik, atau lebh tepat lagi, perdebatan regulasi-perubahan radikal.
Sosiologi regulasi mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan berfokus pada
kesatuan dan keterpaduannya serta perlunya diberikan suatu regulasi. Sosiologi
perubahan radikal sebaliknya, mencoba untuk menjelaskan masyarakat dengan
berfokus pada perubahan radikal, konflik struktural mendalam, cara
pendominasian, dan pertentangan struktral yang terjadi pada masyarakat modern.
·
Kerangka Kerja Untuk Analisis
Penelitian
Salah satu contoh kerangka kerja yang digunakan oleh
Morgan untuk memeriksa bagaimana teori organisasional dipengaruhi oleh
asumsi-asumsinya sendiri dengan melalui referensi pada paradigma, metafora, dan
perilaku pemecahan teka-teki.
b.
Pandangan Fungsionalis dalam
Akuntansi
Pandangan fungsional dalam akuntansi berfokus pada
penjelasan keteraturan sosial, dimana akuntansi memainkan sebuah peranan. Paradigma
fungsional dalam akuntansi melihat fenomena akuntansi sebagai hubungan dunia
nyata yang konkret yang memiliki keberaturan dan hubungan sebab akibat yang
dapat diterima dengan disertai penjelasan dan peramalan ilmiah.
c.
Pandangan Interpretatif dalam
Akuntansi
Asumsi-asumsi yang dominan dari pandangan
interpretatif dalam akuntansi hendaknya adalah :
·
Percaya pada pengetahuan
·
Percaya pada kenyataan fisik dan
sosial
·
Hubungan antara teori dan praktik
d.
Pandangan Humanis Radikal dalam
Akuntansi
Pandangan humanis radikal dalam akuntansi berfokus
pada penjelasan tatanan sosial dan memberikan penekanannya pada bentuk-bentuk
dari perubahan radikal.
e.
Pandangan Strukturalis Radikal dalam
Akuntansi
Pandangan strukturalis radikal dalam akuntansi akan
menantang tatanan sosial.
Dari sudut pandang strukturalis radikal ini,
organisasi merupakan sebuah instrumen dari kekuatan-kekuatan sosial yang
berkepentingan untuk mempertahankan pembagian tenaga kerja dan pembagian
kekayaan dan kekuatan di masyarakat.
5. Fondasi
Intelektual Dalam Akuntansi
A. Akuntansi
Berbasis Ekonomi Marginal
Ekonomi marginal dan akuntansi konvensional yang di
dasarkan pada nilai dan laba ekonomi yang berhubungan, dikaitkan dengan nilai
dari kemungkinan konsumsi di masa datang yang diperoleh dari taksiran nilai
sekarang dari aliran arus kas mereka.
D.J. Cooper menunjukkan bahwa tingkat suku bunga pasar
bergantung pada permintaan dan penawaran model moneter, yang selanjutnya akan
bergantung pada tingkat suku bunga pasar.[10] Singkatnya, ekonomi marginal
ditampilkan sebagai tautologis atau tidak terdeterminasi.
B. Akuntansi
Ekonomi Politis
Akuntansi Ekonomi Politis (AEP) adalah sebuah
pendekatan normatif, deskriptif, dan kritis terhadap penelitian akuntansi. Ia
memberikan kerangka kerja yang lebih luas dan lebih holistik dalam menganalisis
dan memahami nilai dari laporan-laporan akuntansi didalam ekonomi keseluruhan.
Pendekatan AEP mecoba untuk menjelaskan dan menerjemahkan peran dari laporan
akuntansi dalam pendistribusian laba, kekayaan, dan kekuatan dalam masyarakat.
C. Akuntansi
Berbasis Disiplin Ilmu Bisnis
Untuk meningkatkan posisi dan penghormatan terhadap
akuntansi, berbagai usulan telah dibuat baik untuk akuntansi maupun berbagai
disiplin ilmu bisnis. Usaha tersebut umumnya diarahkan kepada pengadaptasian
akuntansi untuk mengubah lingkungan sosial dan ekonomi.
----
TUGAS TEORI AKUNTANSI BAB 9
OFF P S1 AKUNTANSI
1. ARMI OKTA SURYANDARI
2. NINDIA MAHARANI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar