HAKIKAT
DAN PENGGUNAAN AKUNTANSI
1. Definisi
dan Peranan Akuntansi
1.1 Definisi
Akuntansi
Definisi akuntansi menurut Komite Terminologi yaitu,
akuntansi adalah suatu seni pencatatan, pengklasifikasian, dan pengikhtisaran
dalam cara yang signifikan dan satuan mata uang, transaksi-transaksi dan
kejadian-kejadian yang paling tidak sebagian diantaranya memiliki sifat
keuangan, dan selanjutnya menginterpretasikan hasilnya.
The Handbook of Accounting menegaskan bidang-bidang
berikut ini di mana akuntansi dapat memberikan manfaatnya: pelaporan keuangan,
penentuan dan perencanaan pajak, audit-audit independen, pemrosesan data dan
sistem informasi, akuntansi manajemen dan biaya, akuntansi laba nasional dan
konsultasi manjemen. Selanjutnya daftar di tersebut telah mengalami perluasa
dengan memasukkan perkembangan-perkembangan baru yang menarik, seperti antara
lain: akuntansi internasional, akuntansi perilaku/keperilakuan, akuntansi
sosio-ekonomi, akuntansi pemerintahan, akuntansi nirlaba, dan akuntansi negara
dunia ketiga.
Adapun perusahaan memberikan dan menerima informasi
dari empat sumber, yaitu :
a. Bagi
para penanam modal
b. Kepada
para pelanggan dan pemasok
c. Kepada
masyarakat secara umum
d. Kepada
orang-orang yang berbakat
1.2 Akuntansi:
Seni atau Ilmu?
Akuntansi adalah seni atau keahlian menyarankan agar
keahlian akuntansi yang dibutuhkan untuk menjadi seorang pedagang yang baik
harus diajarkan dan memerlukan adanya pedekatan “legalistik” terhadap
akuntansi. Para pendukung akuntansi adalah ilmu yang sebaliknya menyarankan
agar mengajarkan model pengkuran akuntansi untuk dapat memberikan pandangan
yang telah konseptual kepada para mahasiswa akuntansi mengenai apa yang hendak
dilakukan oleh akuntansi akrual konvensional dalam memenuhi sasaran umum guna melayani
kebutuhan para penggunanya; dan untuk menumbuhkan pemikiran-pemikiran kritis di
bidang akuntansi dan perubahan-perubahan dinamis yang terjadi di dalamnya.
Menurut Mautz, akuntansi berhubungan dengan
perusahaan, yang tentunya merupakan kelompok social; akuntansi berkepentingan
dengan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian ekonomi lainnya yang memiliki
konsekuensi dan mempunyai dampak atas hubungan social; akuntansi menghasilkan
pengetahuan yang berguna dan berarti bagi orang-orang yang terlibat dalam
aktivitas-aktivitas yang memiliki implikasi social; akuntansi pada hakikatnya
bersifat mental. Menurut dasar pedoman-pedoman yang ada, akuntansi adalah suatu
ilmu social.
1.3 Sifat
dan Peranan Akuntansi
Sifat-sifat baik (virtue) dari praktik akuntansi
meliputi :
a. Kejujuran
dari akuntan pada umumnya dan auditor pada khususnya
b. Memiliki
kepedulian terhadap status ekonomi pihak lain dalam bentuk penyelenggaraan dan
akuntabilitas
c. Sensitif
terhadap nilai kerja sama dan konflik
d. Sifat
akuntansi yang komunikatif dengan menceritakan pengalaman-pengalaman ekonomi
melalui dialog-dialog kuntansi
e. Penyebaran
informasi ekonomi dengan memberikan informasi mengenai ekonomi untuk
pengambilan keputusan
Tetapi kadang kala realisasi dari sifat-sifat di
atas dihalangi oleh kendala-kendala seperti :
a. Dominasi
dari kendala eksternal yang mengancam kebebasan auditor
b. Kekuatan
institusi yang merusak
c. Kegagalan
membedakan antara sifa baik dengan hokum
Peranan akuntansi adalah untuk memberikan informasi
mengenai perilaku ekonomi yang diakibatkan oleh aktivitas-aktivitas perusahaan
dalam lingkungannya.
2. Pengukuran
dalam Akuntansi
2.1 Hakikat
Pengukuran dalam Akuntansi
Secara umum akuntansi dianggap sebagai salah satu
alat pengukuran sekaligus suatu disiplin komunikasi. Pengukuran memiliki arti
“pemberian angka-angka kepada objek atau kejadian-kejadian menurut
aturan-aturan tertentu.” Ketika pengukuran tidak memadai atau tidak mungkin
dilaksanakan, informasi yang tidak dapat dikuantifikasikan atau bersifat
nonmoneter dapat disajikan di catatan kaki.
2.2 Jenis
Ukuran
Terdapat beberap jenis ukuran yang mungkin dalam
akuntansi :
a. Ukuran-ukuran
akuntansi dapat langsung maupun tidak langsung. Ukuran langsung atau utama
adalah ukuran nyata dari suatu objek atau atribut yang ia miliki. Ukuran tidak
langsung atau sekunder diambil secara tidak langsung melalui suatu transformasi
aljabar dari sejumlah angka yang mencerminkan ukuran langsung dari beberapa
objek atau atribut. Kebanyakan ukuran yang digunakan dalam akuntansi adalah
ukuran tidak langsung yang dihasilkan dari beberapa transformasi.
b. Dilihat
dari dimensi waktu pengambilan keputusan, ukuran akuntansi dapat
diklasifikasikan sebagai ukuran lampau, ukuran masa kini, atau ukuran masa
depan yang masing-masing mengacu pada kejadian di masa lampau, masa kini, atau masa
depan.
c. Jika
dilihat secara relatif terhadap waktu ketika ukuran itu dibuat, ukuran
akuntansi dapat diklasifikasikan sebagai suatu ukuran retrospektif, ukuran
kontemporer, atau ukuran prospektif. Hal ini memungkinkan untuk memiliki:
·
Tiga jenis ukuran masa
lampau: ukuran masa lampau retrospektif, ukuran masa lampau kontemporer, dan
ukuran masa lampau prospektif.
·
Dua jenis ukuran masa
kini: ukuran masa kini kontemporer dan ukuran masa kini prospektif.
·
Seluruh ukuran masa
depan menjadi ukuran prospektif.
d. Pengukuran
dapat berupa :
·
Pengukuran fundamental
di mana suatu angka dapat diberikan kepada suatu sifat sesuai dengan
referensinya terhadap hukum alam, dan tidak bergantung kepada pengukuran dari
variable-varabel yang lain.
·
Pengukuran turunan yang
bergantung kepada pengukuran dari dua atau lebih kuantitas dan bergantung
kepada adanya suatu teori empiris yang telah diverifikasi yang meghubungkan
suatu sifat tertentu dengan sifat yang lain.
e. Pengukuran
dapat (a) dilakukan ketika teori-teori empiris yang telah dikonfirmasikan
mungkin dapat digunakan untuk mendukung keberadaan mereka; atau (b) dibuat
melalui suatu keputusan resmi, yang didasarkan pada definisi yang arbitrer.
Kebanyakan pengukuran dalam akuntansi adalah pengukuran melalui keputusan
resmi, meskipun suatu pendekatan ilmiah terhadap penyusunan teori akuntansi dan
verifikasinya mencoba untuk memberikan pengujian empiris yang dibutuhkan, dan
karenanya mengurangi bahkan menghilngkan sebagian kearbitreran dalam definisi
dan pengukuran konsep-konsep akuntansi.
2.3 Jenis
Skala
a. Skala
nominal (nominal scale) akan membantu dalam penentuan keseimbangan, seperti
penomoran pemain sepak bola. Skala ini merupakan sistem pengklasifikasian atau
pelabelan yang sederhana seperti kasus pada kode akun. Angka-angka yang diberikan
mencerminkan objek-objek itu sendiri, dan bukannya sifat yang mereka miliki.
b. Skala
ordinal (ordinal scale) membantu dalam penentuan lebih besar atau lebih kecil
suatu hal, seperti tingkat mutu wol atau nomor suatu jalan. Skala ini merupakan
urutan sistem preferensi. Suatu masalah yang terdapat dalam skala ordinal
adalah perbedaan atau interval di antara angka-angka tidaklah harus selalu
sama.
c. Skala
interval (interval scale) membantu dalam penentuan keseimbangan dari interval
atau perbedaan seperti suhu dan waktu. Skala ini memberikan nilai yang seimbang
kepada interval-interval di antara angka-angka yang telah diberikan.
d. Skala
rasio (ratio scale) membantu dalam penentuan keseimbangan dari rasio, dengan
tambahan fitur dari adanya suatu awal yang unik, titik nol alamah, di mana
diketahui jarak dari titik tersebut ke paling sedikit sat objek.
3. Pemikiran
Di Balik Akuntansi Pencatatan Berpasangan
Akuntansi
pecatatan berpasangan terdiri atas dua jenis, yaitu akuntansi pencatatan
berpasangan klasifikasional dan akuntansi pencatatan berpasangan kausal. Kedua
jenis pencatatan tersebut bergantung pada keseimbangan dari debit dan kredit.
Akuntansi pencatatan berpasangan
klasifikasional (classificational
double-entry accounting) ditujukan untuk tetap menjaga persaamaan akuntansi
fundamental yang merangkum posisi klasifikasional tersebut:
Aktiva = Kewajiban + Ekuitas Pemilik
Dalam akuntansi pencatatan berpasangan
klasifikasional ini, sisi debit menggambarkan suatu klasifikasi, sementara sisi
kredit menggambarkan klasifikasi yang lain.dengan demikian terdapat dua
klasifikasi yang berbeda.
Pembukuan pencatatan berpasangan kausal
menggambarkan hubungan sebab akibat antara suatu kenaikan dengan penurunan.
Nilai dari kenaikan (debit) di-offset
oleh nilai penurunan yang sama (kredit).
Dalam menilai kedua jenis pembukuan
tersebut, kita dapat menghindari akan memandang pencatatan klasifikasional
hanya sekedar satu kasus khusus dari pembukuan dengan banyak yat jurnal, hal
ini bukanlah suatu hal yang sempurna secara absolut.
Berlawanan dengan pencatatan berpasangan
klasifikasional, dualita dalam pencatatan berpasangan kausal memiliki akar yang
lebih dalam. Dalam pencatatan berpasangan kausal, suatu kenaikan (debit)
dipasangkan dengan satu penurunan (kredit).
4. Prinsip-Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum
4.1 Arti
GAAP
Ketentuan, aturan, dan prosedur mendapatkan status
khusus dengan tercantum dalam GAAP karena memiliki dukungan kewenangan yang
substansial.
Literatur yang menyinggung GAAP telah mengalami
perluasan seiring dengan waktu dengan dimuatnya sejumlah laporan, opini, dan
pernyataan lainnya dari berbagai sumber yang berwenang. Sumber-sumber umum yang
lain dari GAAP adalah :
a. Pedoman
audit dan akuntansi industry dan pernyataan posisi AICPA serta interpretasi
akuntansi AICPA
b. Publikasi-publikasi
lain dari FASB, seperti bulletin teknis, dan publikasi lain yang diterbitkan
oleh pendahulunya, seperti APB Statement
c. Publikasi
dari Securities and Exchange Commision (SEC), seperti rilis-rilis seri
akuntansi
d. Praktik-praktik
yang lazim dan diakui seperti tercermin dalam publikasi tahunan AICPA,
Accounting Trends and Techniques
e. Makalah
isu-isu AICPA, penyataan konsep FASB, buku-buku teks, dan artikel-artikel.
4.2 Mana
yang Harus Digunakan? GAAP, GAAP Khusus, atau OCBOA ?
GAAP kini tidak lagi dilihat sebagai satu set aturan
pengukuran yang kaku. Banyaknya perbedaan dalam penerapan mereka, pada
kenyataannya, akan berbeda tergantung pada kondisi yang terjadi. Di satu pihak,
kita memiliki bermacam-macam GAAP dan GAAP khusus (special GAAP) yang berbeda.
Terdapat lebih banyak perhatian pula yang diberika
pada alternative-alternatif dari GAAP, yang pada dasarnya mengenai laporan
keuangan yang dibuat menurut basis akuntansi komprehensif lainnya (other comprehensive bases of accounting-OCBOA).
Dorongan untuk berpindah ke OCBOA timbul akibat adanya perubahan yang terjadi
pada undang-undang perpajakan yang dibuat oleh Undang-Undang Economic Recovery Act (Pemulihan
Ekonomi) pada tahun 1981 dan meningkatnya pemisahan akuntansi perpajakan dari
akuntansi GAAP, meningkatnya jumlah persekutuan, perusahaan subbab S dan
entitas-entitas lain yang lebih memilih untuk menyajikan laporan keuangan yang
berdasarkan atas perpajakan dan basis kas, serta kesimpulan sementara dari
komite khusus AICPA untuk studi kelebihan beban standar akuntansi yang
mendukung peningkatan akuntansi dengan basis pajak.
Penggunaan laporan berdasarkan OCBOA menimbulkan
lebih banyak masalah baik kepada pengguna maupun para CPA :
a. Bagi
para pengguna, mereka mungkin tidak terlihat sebagai alternatif yang dapat diterima
atau dikenal dari GAAP.
b. Bagi
para praktisi, laporan berdasarkan OCBOA dapat menimbulkan masalah akibat
kurangnya pedoman yang komprehensif seperti yang tersedia bagi laporan
berdasarkan GAAP.
Namun, mana yang harus digunakan? GAAP,
GAAP khusus atau OCBOA? Mereka yang menginginkan keseragaman dan komparabilitas
akan memilih GAAP; mereka yang menginginkan fleksibilitas dan cara-cara yang
lebih baik untuk menghadapi kondisi-kondisi yang beragam akan memilih GAAP
khusus. Sedangkan mereka yang memperdebatkan adanya kondisi-kondisi unik atau
menantang standar yang berlebihan akan memilih untuk menggunakan OCBOA.
4.3 GAAP
Kecil Vs GAAP Besar
Apakah benar terdapat perbedaan antara usaha-usaha
besar dengan usaha-usaha kecil, dan di antara kebutuhan dari masing-masing para
pengguna informasinya, yang membenarkan adanya perbedaan dalam aturan akuntasi
melalui dua bentuk GAAP; GAAP kecil untuk usaha-usaha kecil dan/atau
dikendalikan langsung, dan GAAP besar untuk perusahaan-perusahaan besar.
a. Perbedaan
antara perusahaan besar dengan perusahaan kecil
Perusahaan kecil adalah suatu perusahaan yang operasinya
relatif kecil, biasanya dengan total pendapatan kurang dari $5 juta. Biasanya
perusahaan ini (a) dikelola oleh pemilik, (b) dan jika ada, memiliki hanya sedikit
pemilik yang lain, (c) seluruh pemiliknya ikut terlibat secara aktif dalam
pelaksanaan urusan-urusan perusahaan, kecuali mungkin bagi beberapa anggota
keluarga tertentu, (d) jarang terjadi perpindahan kepemilikan, dan (e) memiliki
struktur modal yang sederhana.
Sedangkan perusahaan besar (publik) adalah suatu
perusahaan yang (a) sahamnya diperdagangkan di pasar publik atau bursa saham
atau pasar over-the-counter atau (b)
diwajibkan untuk memberikan laporan keuangannya kepada Securities and Exchange Commission. Suatu perusahaan juga dapat
dianggap perusahaan publik jika laporan keuangannya diterbitkan sebagai
persiapan dilakukannya penjualan sekuritas (surat berharga) jenis apa pun di
sebuah bursa umum.
b. Perbedaan
di antara pengguna laporan keuangan
Bukti yang ada menegaskan bahwa analisis keuangan dan
pemegang saham publik adalah pengguna utama dari laporan keuangan dari
perusahaan-perusahaan publik, di mana pemilik manajer dan kreditor adalah
pengguna utama dari laporan keuangan perusahaan pribadi. Sehingga selanjutnya
dinyatakan bahwa kelompok-kelompok yang berbeda dapat dianggap memiliki
kebutuhan informasi yang berbeda pula. Namun bukti yang lain menegaskan bahwa
para petugas pinjaman bank dan analisi sekuritas memiliki tingkat preferensi
yang sama tingginya untuk berbagai jenis informasi yang umumnya dicantumkan
dalam laporan keuangan.
c. Posisi
resmi mengenai “GAAP Kecil”
Kebutuhan akan pengukuran, pelaporan, dan pengungkapan
yang berbeda berdasarkan atas ukuran (besar versus kecil) maupun kepemilikan
(publik versus pribadi) telah mendapat perhatian dari profesi akuntansi sejak
tahun 1952. Divisi standar akuntansi AICPA memulai sebuah studi mengenai
aplikasi GAAP pada usaha-usaha yang lebih kecil dan/atau dikelola langsung
dengan membentuk Komite Prinsip-Prinsip akuntansi yang berlaku umum bagi
Usaha-usaha yang Lebih Kecil dan/atau Milik Pribadi (Committee on GAAP for Smaller and/or Closely Held Bussinesses) pada
tahun 1974 (Komite “GAAP Kecil”).
Komite “GAAP Kecil” mempelajari respons yang diterima,
kemudian menyimpulkan secara umum dalam laporannya yang diterbitkan pada tahun
1979 bahwa terdapat dukungan yang kuat dalam profesi secara keseluruhan untuk
mempertimbangkan kembali praktik-praktik yang berlaku sehubungan dengan
penerapan dari prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum pada laporan
keuangan dari perusahaan-perusahaan kecil dan/atau dikelola langsung, dan
dengan mematuhi standar-standar dari laporan CPA atas laporan-laporan tersebut.
AICPA kemudian membentuk Accounting and Review Services Committee (ARSC) dan memberikannya
status sebagai komite senior. Tujuan ARSC adalah untuk menilai kembali seluruh
aspek dari pernyataan-pernyataan AICPA yang dapat diterapkan pada asosiasi dari
CPA dengan laporan keuangan yang tidak diaudit, sebuah proyek yang pada
dasarnya berorientasi pada usaha kecil.
Bola kembali berada di tangan FASB. Pendekatan yang lebih
logis bagi FASB adalah mengatasi masalah standar yang berlebihan terlebih
dahulu, yang akan mengurangi masalah yang dihadapi oleh perusahaan kecil.
Membuat suatu “GAAP Kecil” secara praktik dan logis adalah kurang tepat.
Banyaknya keberatan yang muncul sehubungan dengan adanya dua set GAAP sudah
cukup memberikan alasan. Contoh-contoh keberatan tersebut adalah sebagai
berikut :
1.
Perbaikan dalam
pelaporan dari satu kelompok pengguna hendaknya juga mendorong perbaikan
pelaporan dari kelompok lain.
2.
Semua perusahaan
yang beroperasi dalam lingkungan yang sama, menghadapi kondisi ekonomi yang
serupa, dan dapat memiliki jenis-jenis transaksi yang sama.
3.
Kebanyakan perusahaan
pribadi pada akhirnya nanti akan menjadi perusahaan publik.
5. Kebijakan
Akuntansi dan Perubahannya
Perusahaan perlu menentukan pilihan di antara berbagai metode akuntansi
yang berbeda-beda dalam melakukan pencatatan transaksi dan pembuatan laporan keuangannya.
Pilihan-pilihan ini, seperti yang ditentukan oleh prinsip-prinsip akuntansi
yang berlaku umum, mencerminkan kebijakan akuntansi dan perusahaan tersebut.
Ketua SEC, Arthur Levitt, berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan publik
telah menggunakan enam praktik akuntansi untuk mengelola keuntungaan perusahaan
:
a.
Melebihsajikan
perusahaan restrukturisasi membersihkan neraca
b.
Mengklasifikasikan
jumlah yang signifikan dari nilai harga suatu entitas yang beli menjadi biaya
penelitian dan pengembangan sehingga dapat dihapuskan melalui satu kali
pembebanan saja (pembebanan sekaligus)
c.
Menciptakan
kewajiban yang besar untuk menampung pengeluaran-pengeluaran di masa depan guna
melindungi laba di masa depan
d.
Menggunakan asumsi
yang tidak realistis dalam mengestimasi nilai kewajiban untuk hal-hal seperti
retur penjualan, kerugian pinjaman, dan biaya jaminan sehingga kelebihan akrual
dapat dibalik untuk meningkatkan laba dari periode berikutnya
e.
Membuat kesalahan
secara disengaja dalam buku perusahaan dan menjustifikasi kegagalan untuk
memperbaiki kesalahan tersebut dengan alasan matrealitas
f.
Mengakui pendapatan
sebelum proses untuk menghasilkannya selesai.
6. Akuntansi
yang Dirancang
Pada
dasarnya, jika seorang pengamat yang memiliki ketertarikan dan rasa ingin tahu
dari luar bidang akuntansi memeriksa disiplin ilmu akuntansi dan proses
akuntansi serta outputnya, ia mungkin akan dengan mudah tergoda untuk melihat
lebih jauh berbagai usaha percobaan untuk memilih teknik dan solusi akuntansi
yang sesuai dengan sasaran dan gambaran yang telah ditetapkan sebelumnya dan
disampaikan sebagai penyusunan realitas yang mewakilinya. Fenomena ini dapat
disebut sebagai akuntansi yang dirancang karena kekontrasan yang dimilikinya
dengan pemilihan teknik dan solusi yang didasarkan pada suatu prinsip, suatu
fenomena yang dapat disebut akuntansi prinsip. Aspek-aspek dari akuntansi yang
dirancang termasuk konsep-konsep yang berbeda seperti : (a) hipotesis salah
saji keuangan secara selektif, (b) perataan laba, (c) manajemen laba, (d) akuntasi
kreatif, dan (e) kecurangan akuntansi.
6.1 Hipotesis
Salah Saji Keuangan Secara Selektif
Hipotesis dari salah saji keuangan yang
selektif, seperti yang dikemukakan oleh Revsine, menyatakan “Masalah ini
bukanlah suatu yang insidental, melainkan hasil dari aturan-aturan pelaporan
yang fleksibel dan menyusun yang disebarluaskan oleh para penyusun standar yang
telah ‘ditangkap’ oleh subjek yang dimaksudkan dan pihak-pihak lain yang
terlibat dalam proses pelaporan keuangan.” Hipotesis salah saji keuangan secara
selektif diasumsikan melintasi kedua sektor publik dan pribadi “karena para
partisipan di kedua sektor tersebut dimotivasi untuk mendukung standar-standar
yang secara selektif membuat salah saji dari realitas ekonomi ketika hal
tersebut sesuai dengan tujuan mereka. Ini berlaku untuk para manajer, pemegang
saham, auditor, dan para penyusun standar.
1. Para
manajer lebih menyukai standar pelaporan yang “longgar” dibandingkan dengan
standar yang terlalu ketat, karena hal ini memungkinkan (a) pergesaran laba di antara
tahun yang lebih menguntungkan bagi pencapaian bonus, (b) memberikan kesan
kepada para pemegang saham, dan (c) melindungi posisi mereka dengan mencegah
terjadinya pengambilalihan.
2. Para
pemegang saham juga mendapatkan keuangan dari longgarnya standar jika dilihat
dari perataan laba yang dilaporkan oleh manajer akan menurunkan volatilitas
dari laba yang dilaporkan, menurunkan persepsi pasar atas risiko kegagalan dan
meningkatkan nilai perusahaan.
3. Auditor
mungkin memilih aturan pelaporan yang sama yang mendistorasikan realitas
ekonomniuntuk harmonisasi dengan klien, atau aturan yang kaku ketika mereka
menginginkan tumbal yang kuat sebagai pelindung.
4. Penyusun
standar mungkin memilih hipotesis salah saji yang dilakukan sendiri untuk
proteksi pribadi dan altruisme.
5. Para
akademisi mungkin memilih hipotesis salah saji secara selektif karena
memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengemukakan terori dan proposal
sebagai imbalan atas kenaikan remunerasi dan gengsi.
Situasi ini menuntut adanya suatu
perubahan dengan mengisolasi proses penentuan standar dan jangkauan regulator.
Revsine mengusulkan proses empat langkah berikut :
1. Mendidik
publik
2. Memperbaiki
proses pemilihan dan pengawasan para penyusun standar
3. Menetapkan
pengaturan pendanaan baru
4. Menciptakan
indenpedensi bagi para penyusun standar
6.2 Peralatan
Laba
Definisi awal mengatakan bahwa perataan laba adalah
“pengaturan fluktuasi laba dari tahun ke tahun dengan memindahkan pendapatan
dari tahun-tahun yang tinggi pendapatannya ke periode-periode yang kurang
menguntungkan.”
Definisi yang lebih akhir mengenai perataan laba
melihatnya sebagai fenomena “proses manipulasi profil waktu dari pendapataan
atau laporan pendapatan untuk membuat laporan laba menjadi kurang bervariasi,
sambil sekaligus tidak meningkatkan pendapatan yang dilaporkan selama periode
tersebut.”
Kedua definisi di atas sepertinya mengandung maksud
bahwa hanya terdapat satu bentuk perataan laba yang digunakan untuk meredam
fluktuasi yang terjadi pada pendapatan menuju ke arah tingkat pendapatan yang
diharapkan. Perataan yang dibuat atau disengaja pada dasarnya adalah suatu
perataan akuntansi yang menggunakan fleksibilitas yang ada dalam
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum dan pilihan-pilihan serta kombinasi-kombinasi
yang tersedia untuk meratakan laba. Karenanya dan pada dasarnya perataan laba
adalah suatu bentuk akuntansi yang dirancang.
Perataan alami, berbeda dengan perataan buatan,
adalah produk alamiah dari proses penghasilan laba, dan bukannya hasil dari
tindakan yang diambil oleh manajemen. Perataan yang dibuat dapat dicapai baik
melalui perataan artifisial ataupun perataan nyata. Perataan artifisial adalah
hasil yang diperoleh dari penggunaan manipulasi akuntansi untuk meratakan laba.
Perataan yang sesungguhnya melibatkan pilihan yang disengaja dan perubahan
waktu dari transaksi yang dapat mempengaruhi arus kas dan mengendalikan
peristiwa ekonomi yang mendasarinya. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih dan
mengubah waktu pembelian, menyewa produksi, investasi, penjualan, penganggaran
modal, penelitian dan pengembangan, periklanan dan keputusan-keputusan lainnya.
6.3 Manajemen
Laba
Para Manajer mempunyai fleksibilitas
untuk memilih diantara beberapa cara alternatif dalam mencatat transaksi
sekaligus memilih opsi-opsi yang ada dalam perlakuan akuntansi yang sama.
Fleksibilitas ini, yang dimaksudkan untuk memungkinkan para manajer mampu
beradaptasi terhadap berbagai situasi ekonomi dan menggambarkan konsekuesni
ekonomi yang sebenarnya dari transaksi tersebut, dapat juga digunakan untuk
mempengaruhi tingkat pendapatan pada suatu waktu tertentu dengan tujuan untuk
memberikan keuntungan bagi manajemen dan para pemangku kepentingan. Ini adalah
esensi dari manajemen laba, yaitu seuatu kemampuan untuk “memanipulasi”
pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk dapat
mencapai tingkat laba yang diharapkan.
6.4 Kreatifitas
dalam Akuntansi
Kreativitas dapat memiliki bentuk yang
berbeda-beda tergantung dari tujuan yang dimiliki oleh pembuat laporan
akuntansi. Bentuk-bentuk kreativitas dalam akuntansi ini biasanya dikenal dalam
praktik dan literatur-literatur sebagai (a) akuntansi “mandi besar” dan (b)
akuntunsi kreatif.
1. Akuntansi
‘mandi besar’
Akuntansi ‘mandi
besar’pada umumnya mengacu kepada langkah-langkah yang diambil oleh manajemen
untuk secara drastis mengurangi laba per saham saat ini untuk mendapatkan
peningkatan laba per saham di masa depan. Situasi ini serupa dengan pilihan
untuk melakukan prosedur-prosedur penurunan laba yang akan meningkatkan
kemungkinan untuk memenuhi sasaran-sasaran pendapatan di masa depan. Prosedur
‘mandi besar’ secara umum dapat mengikuti perubahan yang terjadi dalam
manajemen, memberikan peluang bagi para manajer baru untuk membuat suatu
standar laba yang lebih rendah di mana mereka kelak akan dievaluasi
terhadapnya, menjamin suatu hasil kerja yang baik bagi mereka.
2. Akuntansi
Kreatif
Akuntansi kreatif
adalah istilah yang biasanya digunakan oleh pers populeruntuk mengacu pada apa
yang dianggap oleh jurnalis dilakukan oleh akuntan untuk menjadikan laporan
keuangan tampak lebih bagus dari yang seharusnya. Sebagai akibat dari adanya
bukti-bukti internasional atas fenomena ini, akuntansi kreatif telah
mendapatkan beragam karakteristik dan definisi. Beberapa penjelasan mengenai
akuntansi kreatif disajikan berikut ini:
a. Akuntansi
kreatif melibatkan adanya manipulasi, penipuan, dan penyajian yang tidak benar.
b. Akuntansi
kreatif melibatkan penyelundupan akuntansi
c. Akuntansi
kreatif adalah transformasi angka-angka akuntansi keuangan dari arti yang
sebenarnya menjadi apa yang diinginkan oleh pembuatnya dengan mengambil
keuntungan dari aturan-aturan yang ada dan/atau mengabaikan beberapa atau
seluruh aturan sisanya.
d. Akuntansi
kreatif juga direfrensikan sebagai penggunaan tipu muslihat akuntansiuntuk
mendorong pendapatan yang mengalami kelesuhan atau meratakan pendapatan yang
tidak beraturan.
6.5 Kecurangan
dalam Akuntansi
Kecurangan
adalah istilah genetik dan merangkum seluruh ragam cara yang dapat diciptakan
oleh kecerdasan manusia, yang dilakukan oleh seseorang untuk meraih keuntungan
dari orang lain melalui penyajian yang salah. Dalam organisasi bisnis,
kecurangan dapat dilakukan untuk atau terhadap perusahaan tersebut. Maka
kecurangan ini disebut sebagai kecurangan korporat. Manajemen atau orang yang
berada pada posisi yang bisa dipercaya dapat pula melakukan kecurangan. Maka
hal ini disebut kecurangan manajemen atau kejahatan kerah putih. Kecurangan
dapat melibatkan penggunaan sistem akuntansi untuk menggambarkan citra yang salah
mengenai perusahaan. Maka ini merupakan bentuk dari kecurangan laporan
keuangan. Kecurangan juga dapat melibatkan kegagalan auditor untuk mendeteksi
kesalahan ataupun penyajian keliru, inilah yang disebut kegagalan audit.
a.
Kecurangan korporat
Kecurangan
korporat atau kejahatan ekonomi pada umumnya dilakukan oleh pejabat, eksekutif,
dan/atau manajer pusat laba dari perusahaanpublik untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi jangka pendek mereka. Pada kenyatannya, mungkin gaya manajemen yang
berorientasi pada jangka pendek yang menciptakan adanya kebutuhan untuk
melakukan kecurangan korporat, mengingat tekanan untuk meningkatkan
profitabilitas yang ada dalam menghadapi kecilnya peluang, dan kebutuhan untuk
mengambil risiko-risiko yang tidak bijaksana atas sumber daya perusahaan.
b.
Kecurangan dalam
Pelaporan Keuangan
Kecurangan
dalam pelaporan keuangan begitu merajalela sehingga dibentuklah suatu komisi
khusus untuk menginvestigasinya : Komisi Nasional mengenai Kecurangan dalam
Pelaporan Keuangan. Komisi ini mendefinisikan kecurangan dalam pelaporan
keuangan sebagai perlakuan yang sengaja atau sembrono, baik tindakan atau
penghilangan, yang menghasilkan laporan keuangan yang secara material
menyesatkan.
Jenis-jenis yang umum
dari kecurangan dalam pelaporan keuangan meliputi:
1.
Manipulasi, pemalsuan
atau pengubahan catatan-catatan atau dokumen-dokumen
2.
Penekanan atau
penghilangan dampak dari transaksi-transaksi yang sudah selesai dari
catatan-catatan dokumen
3.
Pencatatan transaksi
tanpa ada substansinya
4.
Kesalahan penerapan
dalam kebijakan-kebijakan akuntansi
5.
Kegagalan untuk
mengungkapkan informasi yang signifikan
c.
Kejahatan Kerah Putih
Kejahatan
kerah putih tersebut dimotivasi oleh norma-norma sosial, diterima dan didorong
oleh kelompok-kelompok yang secara tidak langsung memberikan dukungan kepada
aktivitas yang ilegal. Kejahatan kerah putih dapat dikenali dari lima komponen
utamanya : (1) maksud untuk melakukan kejahatan, (2) menyamarkan tujuan, (3)
manggantungkan diri pada kenaifan korban, (4) tindakan korban secara sukarela
untuk membantu pelaku kejahatan, dan (5) penyembunyian pelanggaran
tersebut.Tidak seperti kejahatan tradisional, tujuannya adalah untuk mencari
uang dalam jumlah besar daripada jumlah kecil saja, dan modus operandinya
adalah dengan menggunakan teknologi dan komunikasi masa daripada tenaga kasar
dan peralatan sederhana.
d.
Kegagalan Audit
Auditor
diharapkan mampu mendeteksi dan memperbaiki atau mengungkapkan penghilangan
atau kesalahan saji informasi keuangan yang material. Ketika auditor gagal
untuk memenuhi ekpektasi ini, maka kegagalan audit adalah hasil yang tidak
dapat dielakkan. Maka kemudian tingkat kualitas auditlah yang dapat
menghindarkan terjadinya kegagalan audit. Kualitas audit didefinisikan sebagai
probabilitas bahwa laporan keuangan tidak memuat penghilangan apapun kesalahan
penyajian yang materian. Kualitas audit juga didefinisikan dari segi risiko
audit, dengan jasa bermutu tinggi akan mencerminkan risiko audit yang lebih
kecil. Risiko audit didefinisikan sebagai risiko bahwa auditor kemungkinan dengan
tanpa sepengetahuannya gagal untuk dengan tepat memodifikasi pendapatan atas
laporan keuangan yang memuat kesalahan penyajian yang material.
7. Proletarisasi
Teknis dan Ideologis Para Akuntan
Ploretalisasi
akuntan mencerminkan adanya suatu pergeseran pengendalian ke arah majikan atau
manajemen dan hilangnya kebebasan kreatif yang telah dinikmati akuntan sebagai
profesional yang telah dinikmati akuntan sebagai profesional yang bekerja
sendiri. Jadi, perubahan yang terjadi dalam teknologi akuntansi memaksa adanya
perubahan dalam struktur proses tenaga kerja akuntansi dan menempatkan akuntan
di sebuah bentuk yang baru dari kelas proletar, menjadi bawahan. Dari
prosesnya, mereka kehilangan kendali atas baik arti maupun akhir dari tenaga
kerja, suatu fenomena yang dikenal sebagai proletarisasi teknis. Fenomena ini
telah dipercepat dan dipermudah oleh tingkat spesialisasi dan fragmentasi yang
lebih tinggi yang dibebankan pada praktik akuntansi, suatu prosespenurunan
keahlian, yaitu rasionalisasi dari tugas-tugas yang sebelumnya profesional
menjadi sejumlah fungsi-fungsi rutin yang hanya membutuhkan sedikit pelatihan.
Disamping prolaterisasi teknis, munculnya kelas pekerja baru, atau kelas
profesional manajerial, menimbulkan pula proletarisasi ideologis, yang mengacu
kepada pemberian kendali oleh manajemen untuk modal, atas sasaran dan tujuan
sosial yang mendasari pekerjaan.
8. Kesadaran
Para Pengguna yang Direkayasa
Sebuah
oenjelasan yang didasarkan atas pemikiran mengenai dominasi ideologis akan
memperdebatkan bahwa hierarki sosioekonomi relatif tidak mempan terhadap
informasi pada saat rapat tahunan atau rapat-rapat lainnya. Dominasi kapitalis
atas informasi dapat diungkapkan dalam tiga pernyataan :
a. Aturan
kelas dari manajemen memberikan produk informasi yang mereka ciptakan
b. Dominasi
semacam itu dipelihara oleh penegasan negara atas perjanjian-perjanjian dalam
kontrak, perlindungan hak milik, dan penjagaan ketertiban masyarakat; dan
c. Sarana-sarana
informasi yang diatur oleh manajemen, seperti laporan tahunan dan rilis pers,
memungkinan manajemen untuk menyebarkan informasi yang berguna bagi
perlindungan kepentingan-kepentingannya sendiri
Tiga pernyataan di atas dihubungkan
dengan tiga bentuk dominasi : eksplotasi pasar, pemaksaan hukum, dan dominasi
ideologis. Bentuk-bentuk dominasi ini, meskipun dapat dipisahkan secara
analitis, namun secara empiris memiliki saling ketergantungan. Mereka
memungkinkan manajemen untuk menyampaikan keyakinan-keyakinan kepada para
pengguna dan, dalam prosesnya, membentuk pemahaman mereka akan perusahaan. Apa
yang didapatkan oleh perusahaan adalah kesadaran yang direkayasa yang
kompatibel dengan ekspektasi dari manajemen.
9. Perspektif Etika dalam Akuntansi
Para
akuntan akan menemukan bahwa mereka mengerjakan tugas sehari-hari disuatu lingkungan
yang dikelola oleh suatu kumpulan aturan, prinsip, dan praktik yang kompleks.
Dalam mengerjakan tugas-tugas mereka, mereka diminta untuk melakukan satu peran
tertentu. Dengan menerima peran-peran tertentu, akuntan pada saat yang
bersamaan menerima kewajiban yang berhubungan dan tanggung jawab moral dari
peran tersebut. Terdapat suatu etika di belakang posisi dan pekerjaan yang
perlu untuk diperhitungkan. Dengan etika berarti adalah adanya kepentingan
terhadap pertimbangan-pertimbangan moral yang terlibat dalam pengambilan
keputusan moral mengenai apa yang secara moral benar dan salah atau secara
moral buruk dan baik. Hal ini mengasumsikan adanya standar moral yang
mempengaruhi keadaan manusia.
9.1 Etika
Utilitarian
Etika utilitarian atau ultitarianisme sebagai
suatu pendekatan dalam memcahkan isu-isu moral juga dikenal pula dengan istilah
konsekuentalisme. Pendekatan ini melihatapakah suatu tindakan dapat dianggap
benar atau salah secara moral dengan hanya didasarkan pada konsekuensi akibat
dari kita melakukannya.
Keunggulan
dari etika utilitarian berhubungan dengan :
a.
Sasaran moralitas :
dinyatakan bahwa moralitas adalah suatu hal yang penting karena kinerja dari
suatu tindakan yang tepat akan mengarah kepada kepuasan umum dari kehendak
manusia
b.
Proses pemikiran moral
: Kaum konsekuentalis paling tidak menawarkan suatu prosedur yang secara
relatif jelas untuk menemukan tindakan apa yang paling tepat untuk dilakukan :
mendaftar semua alternatif yang ada, memastikan kemungkinan kensekuensinya, dan
mengevaluasi konsekuensi tersebut dilihat dari segi implikasi yang mereka
berikan kepada semua orang yang terpengaruh.
c.
Fleksibilitas dab
pengecualian: Kita hanya perlu mengakui kasus-kasus khusus di mana terdapat
alasan yang baik untuk meyakini bahwa konsekuensi-konsekuensi dari mengikuti
aturan moral tradisional adalah lebih buruk daripada konsekuensi dari membuat
seuatu pengecualian
d.
Menghindari konflik
aturan : Dari sudut pandang konsekuentialis, adanyakonflik dalam aturan adalah
pertanda bahwa kita sedang berhadapan dengan salah satu keadaan yang luar biasa
di mana kita tidak dapat begitu saja mengikuti aturan-aturan yang sesuai.
Kesulitan0kesulitan
yang berhubungan dengan utilitarianisme adalah :
a.
Penolakan dan kewajiban
khusus : Utilitarianisme tidak memperhitungkan kewajiban-kewajiban moral khusus
kita kepada orang-orang yang memiliki hubungan khusus dengan kita
b.
Penolakan dari hak
asasi : Utilitarianisme tidak memperhitungkan adanya hak-hak asasi
masing-masing individu dalam menentukan isu-isu moral
c.
Penolakan dari keadilan
: Dengan hanya memerhatikan satu faktor, para konsekuentalis telah melupakan
faktor-faktor moral penting yang lainnya, seperti keadilan, yang perlu
dipertimbangan.
9.2 Etika
Deontologi
Etika deontologi sebagai salah satu pendekatan dalam
memecahkan isu-isu moralitas dikenal pula dengan istilah moralitas berbasis
aturan. Pendekatan ini mempertimbangkan suatu tindakan yang menurut moral benar
jika ia telah usai dengan aturan moral yang tepat. Sebuah tindakan yang
melanggar aturan tersebut namun ternyata menghasilkan sesuatu hal yang
menguntungkan akan tetap dianggap salah. Sumber-sumber aturan tersebut dapat
berupa teologis yang mengandung artian bahwa tindakan-tindakan tertentu
ditentukan sebagai sesuatu yang bermoral oleh suatu agama, atau sosialis yang
mengandung artian bahwa mereka merupakan hasil dari suatu konsesnsus sosial
yang menentukan apakah tindakan tersebut adalah merupakan suatu tindakan yang
benar atau salah.
9.3 Pemikiran
akan kelayakan
Karena
kekuatan dan keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh etika utilitarianisme
dan deontologi, suatu kompromi yang sesuai akan menjadi suatu hal yang ideal.
Satu alternatif baik dari etika utilitarianisme maupun etika deontologi
ditawarkan oleh pemikiran akan kelayakan. Kelayakan yang berasal dari konsep
yunani kuno kathokonda, dapat
digunakan untuk mengevaluasi moralitas dari suatu tindakan melalui suatu
refrensi terhadap apakah mereka pantas atau sesuai dengan etos yang diakui
bersama-sama oleh individu dan masyarakat.
......................................................................................................................................................................
Lampiran : Jurnal yang bersangkutan dengan materi di atas
http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1805.pdf
Tugas Teori Akuntansi Bab 2
Offering P/S1 Akunransi 2012
Anggota Kelompok :
1. Armi Okta Suryandari (120422425917)
2. Nindia Maharani (120422425903)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar